FENOMENA ABG MEMANCING UMPAN DI MALL-MALL - Loverlem blog

Post Top Ad

loading...

17 November 2016

FENOMENA ABG MEMANCING UMPAN DI MALL-MALL


Gemerlap kehidupan kota metropolitan membuat silau banyak gadis remaja. Penampilan keren, nongkrong di tempat hiburan, kafe, punya HP canggih, jadi gaya hidup yang diimpikan sebagain ABG di kota-kota besar di Indonesia

Menjadi cewek metropolis ataupun cewek gaul yang glamor dan tak ketinggalan mode, hanya bisa terwujud bila memiliki uang. Untuk meraih impian itu, sejumlah anak baru gede (ABG) yang ekonomi orangtuanya lemah, menempuh berbagai cara.


Sebagian di antara cewek usia belasan tahun ini mencari uang dengan jalan menjual diri alias menjadi pelacur amatiran .

“Uang dari orangtua mana cukup buat beli baju gaul, HP model terbaru? Bisa ketinggalan kita,” kata Ratna,17, (bukan nama sebenarnya), cewek ABG kormod alias korban mode.

Upaya memenuhi keinginanya itu, Ratna rela jadi pelacur amatir. Pusat perbelanjaan dijadikan sebagai ajang bergaul sekaligus meraup rupiah dari lelaki iseng pencari kenikmatan sesaat. Mejeng di mal sambil mencari mangsa.

Terhadap ABG kelompok ini, pria iseng cukup bermodal Rp100 ribu, bisa kencan sambil menjamah tubuh, meskipun hanya sebatas close up alias setengah badan.

Sepak-terjang ABG yang menjajakan diri ini bisa ditemui di sejumlah pusat perbelanjaan di kota-kota besar. Ironisnya, mereka rata-rata berstatus pelajar, ada juga mahasiswi.

Alasan mereka kepada orangtua, pergi belajar kelompok atau mengikuti kegiatan sekolah agar bisa bebas keluar rumah. ABG bangor beroperasi di mal tak cuma malam hari, tapi banyak pula dijumpai nongkrong siang bolong menjajakandiri.

Mereka ada yang dijuluki cewek parkir lantaran mangkalnya di tempat parkir, ada pula mangkal di pusat jajan makanan (food court), Pekcun alias perek culun, begitulah julukan yang sering dilontarkan publik terhadap mereka.

Lebih Agresif
ABG mencari mangsa tersebar di ruang tunggu bioskop, food court dan tempat parkir. Pemandangan serupa dapat dipantau pada pusat perdagangan dan perbelanjaan di kawasan pusat perdagangan dan perbelanjaan di tempat Anda.

Gaya mereka menyerupai gadis lainnya yang datang ke mal untuk belanja. Inilah yang kerap membuat jengah gadis baik-baik karena kena imbas dikira cewek mal cari mangsa.

Mengenakan celana jins model pensil, kaos lengan pendek, blus model baby dol yang sedang ngetren, penampilan mereka sama sekali jauh dari kesan sebagai pelacur.

Namun bila diperhatikan, ada hal yang membedakan antara ABG pelacur dengan ABG baik-baik. ABG pelacur tampil centil, genit, agresif, berani menggoda lelaki meski belum dikenal dan bersikap sangat ramah.

Sasaran mereka, selain pria yang biasa dijuluki brondong juga lelaki setengah baya alias om-om parlente dan tajir alias berkantong tebal.

“Nih brondong keren euy. Tapi keren-keren gitu namanya Parto lho, atau Gino kali ya?” celetuk satu cewek ABG di depan bioskop yang disambut tawa cekikikan dua teman lainnya.

Bagi pria yang masuk perangkap, kencan pun dimulai. Obrolan mereka nyambung dan langsung akrab.

Sama halnya di food court, cara mereka menarik perhatian lelaki dengan kerlingan mata atau membuat canda berlebihan. “Meskipun cuma dibayarin makan aja, gak apa-apalah, lumayan juga,”

Lain lagi dengan cewek parkir, tampilannya berlagak menunggu teman. Padahal mereka mejeng sambil matanya melirik-lirik ke arah lelaki yang lagi diincar.

Layanan Close Up
Kelompok ABG ini selain mencari uang juga mencari kesenangan di mal. Target lain bisa belanja barang harga mahal dan dapat menyantap makanan enak.

Tarif mereka terbilang murah. Pelaku prostitusi terselubung ini memberi pelayanan dari pinggang ke atas. Istilah mereka close up.

Pelayanan colse up berlangsung singkat. Kencan bisa juga dilakukan di dalam mobil yang sedang diparkir.

“Sebelum ngeroom (istilah untuk ngamar) kita belanja-belanja dulu,” cerita Ririn, ABG lainnya.

Bagi lelaki pemburu ABG di mal, paham betul cara menggaet mereka. Tentu dengan cara mengajak belanja pakaian dulu, baru dibawa ke kamar hotel.

Mau mencari cewek parkir dimal? Mereka biasa mejeng sekitar Pk. 19:00 saat pengunjung banyak yang mulai meninggalkan mal. Operasi pekcun kelompok ini cukup rapih. Mereka tak hanya mejeng di area parkir,.

Untuk bisa menemui mereka, lebih dulu ketemu juru parkir (jukir) nyambi sebagai germo. Jukir yang nyambi ini kemudian mengontak mereka. Pekcun beroperasi di arena parkir, geliatnya lebih profesional ketimbang yang mangkal di sekitar depan pusat perbenjaan atau di food court.

Tentu saja si tukang parkir mendapat jatah dari cewek yang dapat tamu. Setiap kali dapat tamu, si cewek memberi upah.

Tak hanya tukang parkir yang kecipratan uang. Kalangan preman pun mendapat jatah uang perlindungan. “Kalau mau aman, ya kita bagi juga mereka, sekedar buat beli rokok,” ucap Siska, 19, cewek parkir,.

Preman ini bukan tanpa jasa. Kerja mereka menghubungi si pekcun bila ada razia petugas. “Tugas mereka harus cepet-cepet kasih tau kita kalau ada petugas,” ungkap Lina, 17, dara yang mengaku pelajar yang masih kelas 2 SMA.

Mereka mengaku tak ada germo yang mengkoordinir secara khusus.

Fenomena ABG jual diri merupakan imbas dari rongrongan gaya hidup metropolis, tak seimbang dengan kemampuan ekonomi orangtua.

Butuh Duit Buat Jajan
Bunga begitu ia biasa dipanggil. Gadis yang baru tumbuh dewasa itu mengaku menjadi ‘penjudi’ (penjual diri) karena ingin seperti kawan-kawannya yang hidup berkelimang kemewahan. Tapi dia sadar, kalau keinginannya untuk seperti itu tidak akan bisa karena kedua orang tuanya hidupnya serba pas-pasan.

“Jangankan untuk membeli pakaian yang harganya cukup mahal, untuk belanja sehari-hari aja kurang,”kata gadis yang mengaku masih sekolah di SLTA dibilangan Jakarta Selatan tersebut.

Dengan ketiadaannya itu, ABG (anak baru gede) yang satu ini terpaksa mejeng dan menjual diri di mal. Tujuannya hanya satu, dapat nonton dan menemani om-om yang berkantong tebal. Gadis mungil berkulit putih itu pun hampir tiga kali dalam satu minggu nongkrong di pusat perbelanjaan.

Kebutuhan Hidup
Sepintas orang tidak akan menyangka kalau perempuan yang mengaku baru berumur 15 tahun itu menjual diri demi memenuhi kebutuhannya hidup yang mewah. Sebenarnya si Bunga malu. Apalagi jika bertemu dengan teman atau tetangga rumahnya. “Habis gimana Bang, jika nggak begini saya tidak punya duit jajan yang cukup. Uang yang dikasih orang tua tak cukup,” kata Bunga 

Anak kedua dari empat bersaudara itu mengaku bapaknya hanyalah buruh pabrik di dengan gaji yang sangat pas-pasan. Hidup serba kekurangan, sementara teman sebayanya hidup serba berkecukupan. Iri ingin seperti teman – temanya membuatnya mengambil jalan pintas.

Berbekal tubuh yang seksi, dia terpaksa terjun ke dalam bisnis "esek- esek". “Pertama-tama saya melakukannya sempat gemeter dan takut akan ketahuan orang, tapi kini sudah terbiasa, “

Kesepian di Rumah
Lain lagi dengan Lia. Kebiasaan nongkrong di pusat perbelanjaan karena merasa kesepian di rumah setelah kedua orang tuanya sibuk dengan bisnisnya masing-masing. Dia mengaku banyak teman bukan hanya sesama pelajar seusianya, tapi om-om yang suka mencari daun muda.

Lia mengaku setiap hari selalu membawa baju dan celana ganti. “ Kalau pakai seragam sekolah dilarang satpam masuk ke mal. Saya bawa ganti untuk mengelabuhi petugas keamanan,” tambah gadis tersebut

Lia nongkrong di mal bukan semata mencari uang, tapi yang utama kesenangan. Tak heran jika ada pria yang cocok dengannya, tanpa dikasih uang pun nggak apa-apa. Tapi kalau tidak sesuai dengan kehendak hatinya, dibayar berapa pun akan ditolaknya. 

Jika sudah transaksi, kencan berlanjut di hotel-hotel transit tak jauh dari lokasi. Tapi kadang-kadang Lia tak segan menolak tunge, istilah mereka untuk hubungan intim, kalau pelanggannya itu tak royal membelikan makanan dan rokok.

Susan lain lagi. Kebiasaan nongkrong di mal setelah beberapa kali diajak teman sekolahnya mejeng di pusat pembelanjaan tersebut. Awalnya, dia takut dicap cewek yang nggak benar, tapi lama-lama mengaku terbiasa bahkan ketagihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

loading...