Sebuah pengadilan di Arab Saudi sedang menimbang untuk sengaja melumpuhkan seorang pria karena terbukti membuat orang lain cacat dengan melukai saraf belakangnya menggunakan parang.
Organisasi Amnesty International, Minggu, 22 Agustus 2010, mengatakan bahwa pengadilan di Provinsi Tabuk tersebut sudah melakukan pendekatan ke sejumlah rumah sakit untuk membahas kemungkinan memotong saraf belakang pria tersebut secara medis.
Hal ini dimungkinkan karena korban meminta agar orang yang menyebabkannya lumpuh juga mengalami hal yang sama. Awal pekan ini, kakak korban bernama Abdul-Aziz al-Mutairi, 22 tahun, mengatakan pada media bahwa hakim dalam kasus ini sedang mempelajari kemungkinan vonis melumpuhkan terdakwa dengan sengaja ini.
Terdakwa dalam kasus ini diduga menyerang al-Mutairi dengan sebuah parang dua tahun lalu, sehingga menyebabkan al-Mutairi lumpuh. Al-Mutairi kemudian kehilangan salah satu kakinya. Al-Mutairi lalu meminta hakim di pengadilan provinsi Tabuk mengenakan hukuman serupa pada penyerangnya berdasarkan hukum Islam.
Juru bicara Amnesty, Lamri Chirous, seperti dikutip Montreal Gazette, mengatakan bahwa sebuah rumah sakit mengatakan bahwa proses pemotongan saraf belakang itu bisa dilakukan oleh fasilitas medis khusus.
Rencana ini ditentang keras oleh Amnesty yang segera mengajukan memprotes Kementerian Kehakiman Arab Saudi, tetapi belum mendapat tanggapan. Amnesty meminta agar hukuman itu diganti dengan hukuman penjara, cambuk, atau denda.
Arab Saudi, sekutu dekat Amerika Serikat, mengikuti versi keras ajaran Islam Sunni, termasuk pencambukan dalam beberapa kasus, amputasi untuk pencuri, dan penggal kepala di hadapan umum pada kasus kriminal seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan penyelundupan obat.
Aktivis hak asasi manusia mengatakan, meski ajaran Islam membolehkan hukuman "mata dibayar mata", keluarga korban sering dipengaruhi agar bersedia memaafkan pelaku. Seringkali hukuman diganti dengan kompensasi uang.
"Memang tertulis dalam Alquran, mata dibayar mata, gigi dibayar gigi, dan nyawa dibayar nyawa. Islam menyerukan pengampunan, tetapi bila korban memaksa, maka itu sudah menjadi haknya," kata Ahmed Almobi, seorang tokoh muslim dan penulis di Arab Saudi
Organisasi Amnesty International, Minggu, 22 Agustus 2010, mengatakan bahwa pengadilan di Provinsi Tabuk tersebut sudah melakukan pendekatan ke sejumlah rumah sakit untuk membahas kemungkinan memotong saraf belakang pria tersebut secara medis.
Hal ini dimungkinkan karena korban meminta agar orang yang menyebabkannya lumpuh juga mengalami hal yang sama. Awal pekan ini, kakak korban bernama Abdul-Aziz al-Mutairi, 22 tahun, mengatakan pada media bahwa hakim dalam kasus ini sedang mempelajari kemungkinan vonis melumpuhkan terdakwa dengan sengaja ini.
Terdakwa dalam kasus ini diduga menyerang al-Mutairi dengan sebuah parang dua tahun lalu, sehingga menyebabkan al-Mutairi lumpuh. Al-Mutairi kemudian kehilangan salah satu kakinya. Al-Mutairi lalu meminta hakim di pengadilan provinsi Tabuk mengenakan hukuman serupa pada penyerangnya berdasarkan hukum Islam.
Juru bicara Amnesty, Lamri Chirous, seperti dikutip Montreal Gazette, mengatakan bahwa sebuah rumah sakit mengatakan bahwa proses pemotongan saraf belakang itu bisa dilakukan oleh fasilitas medis khusus.
Rencana ini ditentang keras oleh Amnesty yang segera mengajukan memprotes Kementerian Kehakiman Arab Saudi, tetapi belum mendapat tanggapan. Amnesty meminta agar hukuman itu diganti dengan hukuman penjara, cambuk, atau denda.
Arab Saudi, sekutu dekat Amerika Serikat, mengikuti versi keras ajaran Islam Sunni, termasuk pencambukan dalam beberapa kasus, amputasi untuk pencuri, dan penggal kepala di hadapan umum pada kasus kriminal seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan penyelundupan obat.
Aktivis hak asasi manusia mengatakan, meski ajaran Islam membolehkan hukuman "mata dibayar mata", keluarga korban sering dipengaruhi agar bersedia memaafkan pelaku. Seringkali hukuman diganti dengan kompensasi uang.
"Memang tertulis dalam Alquran, mata dibayar mata, gigi dibayar gigi, dan nyawa dibayar nyawa. Islam menyerukan pengampunan, tetapi bila korban memaksa, maka itu sudah menjadi haknya," kata Ahmed Almobi, seorang tokoh muslim dan penulis di Arab Saudi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar