10 Pernikahan Paling Dikenang dalam Film - Loverlem blog

Post Top Ad

loading...

18 Oktober 2012

10 Pernikahan Paling Dikenang dalam Film





Pernikahan adalah laku suci manusia yang bahkan sebaiknya dijalani pasangan hingga maut memisahkan. Namun, pernikahan manusia tidak semata ijab kabul, mengucap janji setia suami-istri, atau pemberkatan. Karena pernikahan adalah momen spesial dalam perjalanan setiap manusia yang mengalaminya, maka pernikahan tidak sekadar dilakukan ala kadarnya. Banyak tetek bengek yang menyertai sebuah upacara pernikahan.


Demi kesucian cinta dalam pernikahan, begitu pula bagaimana kita merayakannya, kami mendaftar 10 adegan pernikahan dari film-film yang kami sukai. Saat menentukan film yang masuk daftar ini, saya tak ingin sekadar masukkan film-film yang bertema pernikahan, tapi juga film-film lain yang momen pernikahan di dalamnya dibuat begitu spesial hingga terkenang terus di benak penonton. Saat membuat artikel ini, saya sangat terbantu oleh artikel sejenis ini di situs Time.


Julia Roberts dan Cameron Diaz main bareng di film ini. Roberts di masa itu ratunya film komedi romantis menyusul sukses Pretty Woman yang melambungkan namanya. Sedang Diaz tengah membangun namanya di Hollywood dan berusaha betul mencuri perhatian lewat film ini dan berhasil.


Syukurlah, chemistry Roberts dan Diaz sangat terasa di film ini. Roberts berperan sebagai Julianne Porter, kritikus makanan di penghujung usia 20-an, tengah galau karena belum juga menemukan pasangan hidup. Satu-satunya lelaki yang punya kesan mendalam baginya adalah Michael O’Neal (Dermot Mulroney).

Sejak pisah 9 tahun silam, Porter tak pernah serius menjalin cinta dengan pria lain. Mendadak, O’Neal meneleponnya. Tadinya Porter masih berharap O’Neal mencintainya. Rupanya, O’Neal malah memberitahunya bakal menikah 4 hari lagi dengan Kimmy (Diaz), seorang wanita periang yang menganggap Porter sahabatnya. Porter hanya punya waktu 4 hari untuk meraih cinta sejatinya atau membiarkannya pergi.

Selayaknya, komedi romantis, cinta sejati akhirnya menang. Namun, sulit melupakan momen saat Porter dan Kimmy bertengkar dan berterus terang soal cintanya. Di film ini, Julia Roberts kembali mempertontonkan karismanya sebagai bintang komedi romantis, hingga penonton jatuh simpati.

Muriel’s Wedding, film produksi patungan Australia dan Perancis yang jadi tiket sutradaranya PJ Hogan ke Hollywood—di antaranya membuat My Best Friend’s Wedding. Hogan, yang juga menulis skenarionya, mengisahkan impian seorang wanita mendapatkan pasangan hidup.

Alkisah, Muriel (Toni Collette), anak ketiga dari empat bersaudara, dengan jujur mengaku bodoh, gemuk, dan pecundang tak berguna. Usianya baru 22 tahun, drop out dari sekolah, tidak bisa mengetik, dan selalu jadi obyek pelampiasan amarah ayahnya. Saat hadir di pernikahan seorang kawan, Muriel mendapat buket yang dilempar mempelai pengantin. Menurut kepercayaan, wanita yang menerima buket itu akan segera menikah. Tapi Muriel tak punya pacar. Lagipula, siapa yang akan jatuh hati pada gadis gemuk buruk rupa seperti Muriel..?

Film ini kemudian tak hanya berkisah tentang Muriel mencari jodoh semata, tapi juga pencarian jati diri dan pesahabatan. Bersama sahabatnya, Rhonda (Rachel Griffiths), Muriel mencari arti hidup. Ternyata, ada hal lain yang lebih penting dari mencari jodoh. Yakni persahabatan dan hidup berguna bagi orang lain. Saat Rhonda diserang kanker, Muriel merawatnya seperti saudara sendiri. Perbuatan terpuji ini membuat Muriel merasa menjadi orang yang dibutuhkan dan berguna.

Belum lama ini saya menonton lagi aksi Kevin Costner saat jadi Robin Hood. Memang, Costner dengan logat Amerika-nya yang medok tak cocok jadi Robin Hood yang orang Inggris. Namun, filmnya tetap memikat buat saya.

Dan saya masih tak bisa menahan tawa di momen terakhir filmnya. Itu lho ketika Sheriff Nothingham (Alan Rickman) menyeret Marian untuk dipaksa mau menikah dengannya ke lantai atas kastilnya dan mengunci pintunya. Ia tak lupa pula membawa serta pendeta. Sementara itu di luar, Robin dan kawanannya tengah berperang melawan tentara Sheriff.

Anda yang sudah nonton pasti terpingkal-pingkal melihat rusuhnya pernikahan yang tak lazim itu. Bahkan sang Sheriff sudah buka celana segala hendak menyetubuhi Marian di depan pendeta. Untung Robin datang. Kocak. Asli kocak.

Di permukaan, film karya Jonathan Demme ini (berdasar skenario Jenny Lumet, putri sutradara legendaris Sidney Lumet) adalah kisah seorang cewek bermasalah bernama Kim (Anne Hathawy) yang pulang dari panti rehab untuk membuka kembali luka lama keluarga tepat di akhir pekan saat saudara peremuannya, Rachel menikah.

Disyut seolah sebuah peristiwa realis, kamera merekam tanpa beban setiap kejadian, bahkan di saat gelap tak diberi lampu tambahan membiarkan layar hitam menyisakan suara saja. Hasilnya, inilah rekaman peristiwa rangkaian acara pernikahan paling realis yang pernah disyut dalam film.

Jangan lupa juga film ini merekam budaya multikultur yang menandakan dalam satu unit terkecil perubahan global tengah terjadi. Demme telah menyajikan kita sebuah peristiwa pernikahan yang layak dikenang.

Film Bollywood ini jadi paling dikenang generasi masa kini. Shahrukh Khan, Kajol, dan Rani Mukherjee memperlihatkan permainan terbaik mereka sebagai 3 sahabat yang benih-benih cinta tumbuh di antara mereka.

Rahul (Shahrukh) pertama jatuh cinta pada Tina (Rani), wanita yang jelita dan lembut. Namun rupanya, Anjali (Kajol) yang tomboy memendam cinta pada Rahul. Tina dan Rahul akhirnya menikah dan punya anak. Tapi sayang, umur Tina pendek. Sebelum meninggal, Tina berpesan pada putrinya agar menyatukan cinta Rahul dengan Anjali.


Cerita macam begini pastilah membuat penonton mengharu biru. Emosi kita makin terkuras karena kemudian Anjali akan menikah dengan Aman (Salman Khan). Lalu, saat klimaks film, di momen pernikahan, Aman menarik tangan Anjali menyerahkan pada Rahul. kita bertempik sorak. Cinta sejati yang menang.


Di film ini tak ada pernikahan, melainkan gladi resik penikahan. Sang pengantin perempuan (Uma Thurman) yang sudah hamil besar tengah melatih diri untuk pernikahannya. Mantan bosnya, Bill (David Carradine)—yang melatihnya jadi anggota pembunuh Deadly Viper Assassination Squad—datang dan ngobrol dengan sang pengantin perempuan yang juga bekas kekasihnya di samping gereja, sebelum dikenalkan dengan pengantin pria. Kemudian adegan menjadi pembantaian brutal mandi darah. Sang pengantin perempuan dan semua tamu lain dibantai habis.

Adegan gladi resik pernikahan ini muncul sebentar di Vol. 1 yang ditutup dengan kalimat, “Bill… it’s your baby” diikuti suara pistol menyalak mengagetkan. Vol.2 menjelaskan apa yang yerjadi sebelum pembantaian itu. saya setuju dengan seorang kawan yang bilang, Kill Bill paling asyik ditonton marathon tanpa putus.

Film ini dimulai dengan kegusaran Toula (Nia Vardalos) terhadap keluarga besarnya yang mementingkan tradisi Yunani dengan berlebihan. Termasuk kewajiban bagi wanita lewat 30 tahun untuk kawin (dengan pria Yunani) dan punya anak sebanyak-banyaknya.

Sehari-hari, Toula mengelola restoran keluarga. Suatu hari, restoran kedatangan tamu tampan, Ian Miller (Joh Corbett) yang dengan segera merebut hati Toula. Segera wanita biasa-biasa itu mengubah penampilannya, bahkan haluan karier. Ia kuliah, ambil kursus komputer, dan meninggalkan piring dan gelas dengan menjadi pengurus biro perjalanan punya tantenya.

Dengan perubahan itu, hidup Toula jadi lebih bergairah. Ia bahkan akhirnya memikat hati Miller. Tapi, seperti Toula, Ian juga punya masalah soal jodoh. Dari semua wanita, hanya dengan Toula ia merasa pas. Masalahnya, Ian bukan pria Yunani. Sayang pula Toula bukan wanita Amerika. Kedua keluarga awalnya keberatan.

Tapi siapa sih yang bisa menghalangi jodoh? Perbedaan budaya antara keluarga Toula dan Ian menjadikan film ini sangat kocak. Film ini menyadarkan pernikahan bukan semata mengikat suami-istri tapi juga dua keluarga besar yang bisa saja berasal dari latar belakang berbeda. Bagi kita di Indonesia yang terdiri dari beragam suku, persoalan di film ini jadi terasa akrab. Inilah film bagus yang mampu melintasi sekat budaya penontonnya.

Sutradara Mira Nair mengajak serta penonton ke akar masyarakat dari mana ia berasal, India. Namun, yang ditengok Nair bukan film Bollywood. Ia menyuguhkan kita tontonan yang lebih intim, lebih humanis daripada film berbujet besar dari Bollywood yang mendayu-dayu.

Hasilnya adalah sebuah film yang dipuja di banyak belahan dunia karena memotret masyarakat kelas menengah India yang multikultur dengan jenial. Peristiwanya mengambil tempat di Delhi, ketika pasangan orangtua kelas menengah (Lillete Dubey dan Naseerudin Shah) bekerja keras mempersiapkan upacara jelang pernikahan putri mereka (Vasundhara Das). Pengantin pria terbang dari Houston, Texas; kerabat lain terbang dari Australia.

Pernikahan itu tentu saja, telah diatur. Tapi, perjodohan kuno bagi masyarakat modern ini ternyata memungkinkan cinta yang lestari. Dengan fasih, Nair membuat film tentang perayaan baik di layar maupun di luar layar dengan segala puja-puji atas hasil kerjanya.

Ini film baru. Film yang jadi pembicaraan di ajang Festival Cannes tahun ini dan menghantarkan Kirsten Dunts sebagai Aktris Terbaik (yang membuatnya digadang jadi jagoan Oscar tahun depan).

Saya menontonnya belum lama ini. Dan buat saya, ini satu dari sedikit film yang meninggalkan jejak mendalam di benak saya. Bayangkan ini, dunia diambang kiamat karena ada sebuah planet yang siap menabrak bumi. Namun, masih ada yang menikah.

Film ini dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama menyoroti momen pernikahan Justine (Dunts) dan Michael (Alexander Skarsgard) yang dibiayai kakak Justine, Claire (charlotte Gainsbourg) dan suaminya John (Kiefer Sutherland). Adegan pernikahan berlangsung panjang dan alih-alih terlihat indah malah membuat perasaan penontonnya tak nyaman karena dipenuhi berbagai kejadian tak mengenakkan.

Saat pernikahan berakhir, Anda bakal makin tertekan karena planet makin dekat menghantam bumi. Menonton karya gemilang Lars von Trier ini Anda dijamin merasa depresi. Inilah feel bad movie terbaik buat saya.

Inilah momen pernikahan terbaik yang pernah terekam pita seluloid. The Godfather, salah satu film terbaik yang pernah dicipta manusia di bumi, dimulai dengan momen pernikahan. Sang kepala mafia Vito Corleone (Marlon Brando) menggelar pernikahan putrinya, dan sudah jadi tradisi bagi ayah pengantin untuk memberi bantuan bagi siapapun yang meminta bantuan padanya.

“Tidak ada orang Sisilia yang bisa menolak permintaan di hari putrinya menikah,” kata anak adopsinya, Tom. Saat sang Don menerima permintaan untuk mengurus ini itu terkait statusnya sebagai kepala mafia, di luar berlangsung resepsi pernikahan yang meriah.

Selayaknya pernikahan betulan, banyak kerabat datang, menari dan menyanyi lagu tradisional, memotong kue, dan berfoto bersama. Yang paling jenius buat saya, sutradaranya, Francis Ford Coppola menjadikan momen pernikahan itu untuk mengenalkan karakter utama filmnya, Vito, Connie, Michael, Sonny, Tom serta kalimat paling dikenang dari film ini, “an offer he couldn't refuse—tawaran yang tak mungkin ditolaknya.”***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

loading...