Bahasa Inggris Jadi Bahasa Pengantar, Nasionalisme Luntur
Pemberlakuan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam sekolah negeri bertaraf internasional dinilai tidak berdampak pada kualitas murid. Alih-alih meningkatkan kualitas, malah pendidikan melanggar konstitusi dan melunturkan semangat nasionalisme dari generasi muda.
"Ya iyalah melanggar konstitusi. Masa bahasa asing jadi bahasa pengantar di negeri sendiri," kata guru SMA 13 Jakarta, Retno Listyarti saat berbincang dengan detikcom, Rabu (25/4/2012).
Menurut guru pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini, dalam UUD 1945 pasal 31 dan 32 jelas menyatakan Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Sehingga sangat janggal pendidikan sebagai sarana penanaman ilai-nilai kebudayaan bangsa malah digeser oleh bahasa asing.
"Ki Hajar Dewantara membubuhkan pasal pendidikan dan budaya ke UUD 1945 supaya orang Indonesia mengenal budaya Indonesia. Bahkan Presiden Soekarno memerintahkan kedutaan besar Indonesia yang ada di luar negeri supaya membuka sekolah berbahasa Indonesia supaya orang Indonesia bisa mengenal budaya Indonesia," papar guru yang juga Koordinator Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ) ini.
Dengan fakta demikian, maka dikhawatirkan generasi bangsa akan luntur menyelami semangat nasionalisme. Yaitu bisa mengajar dengan menggunakan Bahasa Inggris dianggap sudah berkualitas. Murid juga didoktrin apa-apa yang berbau internasional dianggap berkualitas.
"Apa yang berbahasa Inggris itu selalu hebat? Kita kan punya bahasa nasional, kenapa tidak digunakan?," ujar pengajar yang sekolahnya sudah dijadikan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) ini.
Dalam sistem RSBI, Bahasa Inggris ini dijadikan sebagai bahasa pengantar pada mata pelajaran matematika, fisika, kimia, biologi dan Bahasa Inggris. Karena mengejar trend pengantar Bahasa Inggris, maka banyak sekolah berlabel internasional di Jakarta mempekerjakan guru asing dengan kualitas minim.
"Banyak guru asing di Jakarta digaji Rp 32 juta karena bisa mengajar dengan berbahasa Inggris sedangkan guru kita jauh di bawahnya. Padahal kualitas materi yang di sampaikan kalah dari guru-guru kita," ungkap Retno.
Secara pribadi Retno menolak bahasa pengantar berbahasa Inggris bukan karena tidak bisa berbahasa Inggris. Tetapi karena bahasa menjadi sarana pengantar penanaman nilai-nilai kebudayaan bangsa. Terkait kualitas, siswa SMA 13 mengalami dampak signifikan diajar menggunakan bahasa pengantar berbahasa Inggris.
"Enggak ada dampaknya tuh. Sama aja," papar Retno.
Seperti diketahui, para orang tua murid dan aktivis pendidikan menguji Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas yang mengaku tak bisa mengakses satuan pendidikan RSBI/SBI ini lantaran mahal. Mereka adalah Andi Akbar Fitriyadi, Nadia Masykuria, Milang Tauhida (orang tua murid), Juwono, Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo, Febri Antoni Arif (aktivis pendidikan).
Mereka menilai pasal yang mengatur penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional itu diskriminatif. Keberadaan pasal itu menimbulkan praktek perlakuan yang berbeda antara sekolah umum dan RSBI/SBI. Misalnya, dalam sekolah umum fasilitasnya minim dan guru-gurunya kurang memenuhi kualifikasi. Sementara di sekolah RSBI fasilitas lengkap dan guru-gurunya berkualitas. RSBI juga menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar.
Siswa Cas Cis Cus Berbahasa Inggris Kebanggaan Semu
Tren Bahasa Inggris menyihir para orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya di sekolah berlabel internasional dari tingkat SD hingga SMA. Para orang tua merasa bangga apabila anak-anaknya bisa cas cis cus berbahasa Inggris dengan lancar.
"Itu kebanggaan semu. Kalau sudah bisa lancar berbahasa Inggris, terus mau apa? Apakah menunjukan kualitas?" kata sejarawan Asvi Warman Adam saat berbincang dengan detikcom, Rabu (25/4/2012).
Menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini, siswa yang bisa berbahasa Inggris dengan lancar tidak menunjukkan kualitas ilmu pengetahuan siswa. Sebab mutu pendidikan ditentukan banyak hal, sedangkan bahasa hanyalah alat pengantar saja. Mirisnya, menurut Asvi, Bahasa Inggris di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) diterapkan sebagai bahasa baku dalam peraturan tertulis.
"Apakah ketika sekolah menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, itu berarti kualitasnya internasional? Masa hanya karena berbahasa Inggris lalu sudah bangga," ujar Asvi.
Selain menumbuhkan kebanggan semu, penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dapat mengikis kecintaan dan semangat persatuan bangsa. Dia mengingatkan bahwa Indonesia bisa bersatu dengan Bahasa Indonesia sejak dideklarasikan pada Sumpah Pemuda 1928.
"Indonesia itu terdiri dari berbagai suku dan bahasa. Kita bersatu karena ada Bahasa Indonesia, itu suatu kebanggan. Timor Timur saja yang sudah merdeka ingin Bahasa Indonesia dijadikan bahasa utama karena Bahasa Indonesia mudah dan sudah diterima masyarakat. Kalau bahasa Inggris atau Portugis atau bahasa suku setempat banyak yang ditolak," ungkap Asvi.
Seperti diketahui, para orang tua murid dan aktivis pendidikan menguji Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas yang mengaku tak bisa mengakses satuan pendidikan RSBI/SBI ini lantaran mahal. Mereka adalah Andi Akbar Fitriyadi, Nadia Masykuria, Milang Tauhida (orang tua murid), Juwono, Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo, Febri Antoni Arif (aktivis pendidikan).
Mereka menilai pasal yang mengatur penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional itu diskriminatif. Keberadaan pasal itu menimbulkan praktek perlakuan yang berbeda antara sekolah umum dan RSBI/SBI. Misalnya, dalam sekolah umum fasilitasnya minim dan guru-gurunya kurang memenuhi kualifikasi. Sementara di sekolah RSBI fasilitas lengkap dan guru-gurunya berkualitas. RSBI juga menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar.
"Kalau saya pribadi menolak RSBI, selain penggunaan Bahasa Inggris, karena menimbulkan kesan asal sudah mengajar dengan Bahasa Inggris maka sudah berkualias internasional," tuntas Asvi.
Bahasa Indonesia Vs Bahasa Inggris di Persimpangan Jalan
Penolakan penggunaan Bahasa Inggris di sekolah pemerintah berlabel internasional mengemuka di sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab Indonesia mempunyai bahasa nasional dan menjadi lambang kebanggaan bangsa. Bahkan Bahasa Indonesia pernah diusulkan menjadi bahasa resmi dalam berbagai kesepakatan parlemen negara-negara Asia Tenggara.
Berikut anjuran dan penggunaan Bahasa Indonesia dalam berbagai peristiwa seperti dicatat detikcom, Rabu (25/4/2012):
Masa Orde Baru
Presiden Soeharto mengeluarkan peraturan supaya nama-nama toko, bank, hotel dan tempat umum menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa asing yang di-Indonesia-kan.
21 Februari 2001
Presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengeluarkan Inpres No 2/2001 tentang Penggunaan Komputer dengan Aplikasi Berbahasa Indonesia. Dalam intruksi itu Gus Dur memerintahkan Menteri Negara Riset dan Teknologi dan Menteri Pendidikan Nasional untuk membakukan istilah-istilah komputer ke dalam bahasa Indonesia serta mengambil langkah-langkah inisiatif membuat aplikasi komputer berbahasa Indonesia, serta mensosialisasikan kepada masyarakat Indonesia.
7 Mei 2011
Lembaga ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) atau Majelis Antar Parlemen ASEAN akan memasukkan penggunaan Bahasa Indonesia itu dalam statuta ASEAN. Usulan tersebut diterima sebab Bahasa Indonesia dimengerti oleh hampir sebagian besar masyarakat di Asia Tenggara.
"Itu yang akan diubah dalam statuta AIPA. Kita nggak tahu ASEAN, tapi AIPA sesuai usulan Indonesia waktu lalu dan diterima seluruh delegasi," kata Ketua DPR RI Marzuki Alie saat itu.
16 November 2011
Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pembukaan KTT ASEAN di Bali menggunakan Bahasa Indonesia. "Dengan meninggalkan kebiasaan menggunakan Bahasa Inggris pada forum internasional, SBY telah melakukan hal yang positif," ujar Guru Besar Hukum Internasional FH UI, Hikmahanto Juwana.
24 April 2012
Pakar bahasa Abdul Chaer menyampaikan keterangan sebagai ahli di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK bahwa penggunaan pembakuan bahasa Inggris dalam program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) melanggar konstitusi.
"Jelas bahwa penggunaan Bahasa Inggris di RSBI yang siswanya adalah anak-anak Indonesia dan untuk memberikan ilmu adalah bertentangan dengan amanat konstitusi yang disebut pada UU No 24/2009," ungkap Abdul.
Namun tidak selamanya anjuran tersebut dipatuhi oleh pejabat. Misalnya saja pada 3 Januari 2011. Saat itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka pasar bursa di Bursa Efek Indonesia dengan pidato bertabur Bahasa Inggris. Mengawali pidatonya, Presiden mengatakan "Dalam melakukan evaluasi, kita harus merujuk pada parameter dan ukuran yang jelas. Correct measurement."
"Pemulihan ekonomi untuk menjaga kesejahteraan rakyat, atau dengan bahasa bebas saya katakan minimizing the impact of the global economic crisis," demikian salah satu petikan istilah Inggris yang disampaikan SBY.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar