Investasi Anda akan mendapatkan hasil yang lebih maksimal jika Anda dapat memilih kapan waktu terbaik untuk membeli dan menjual aset investasi Anda. Namun, metode yang dikenal dengan market timing ini, bukanlah hal yang mudah, karena pastinya Anda akan kesulitan dalam menentukan waktu yang tepat untuk berinvestasi. Sebagai contoh, Anda merasa bahwa harga saham X kemarin sudah sangat murah, karena turun 5%, sehingga Anda membelinya. Akan tetapi, hari ini harga saham X turun lagi hingga 10%, sehingga Anda menyesal mengapa Anda tidak membelinya hari ini saja, sementara uang Anda telah diinvestasikan seluruhnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Anda sebaiknya menggunakan metode investasi cost averaging dalam berinvestasi. Cost averaging merupakan teknik melakukan investasi secara rutin dan berkala tanpa memperdulikan kondisi ekonomi dan pasar. Dengan demikian, Anda tidak perlu panik lagi jika harga-harga barang kebutuhan rumah tangga naik atau harga saham jeblok. Dengan menggunakan metode cost averaging, Anda cukup berinvestasi dengan nilai yang tetap secara rutin tiap bulannya dalam jangka waktu tertentu sehingga Anda akan memperoleh rata-rata nilai pokok investasi yang lebih rendah.
Mengapa hal itu bisa terjadi? karena pada saat harga sedang naik, jumlah kepemilikan Anda pada suatu investasi akan lebih sedikit, sedangkan pada saat harga sedang turun, maka jumlah kepemilikan Anda akan lebih banyak sehingga jika dirata-ratakan, harga pembelian yang Anda dapatkan akan lebih rendah. Dengan kecenderungan suatu investasi yang meningkat dalam jangka panjang, tentunya Anda akan diuntungkan dengan metode ini. Untuk lebih memahami metode ini, silahkan lihat ilustrasi dibawah ini.
Sebagai contoh, Anda berinvestasi dengan metode cost averaging pada saham X sebesar Rp. 500.000 pada tanggal 3 setiap bulannya selama 5 bulan berturut-turut. Dengan harga yang berubah setiap harinya, didapatkan ilustrasi investasi seperti di bawah ini (dengan asumsi Anda bisa membeli saham X secara satuan):
Bulan | Nilai Investasi | Harga Pembelian | Jumlah Kepemilikan |
(Rp.) | (Rp.) | Saham X (lembar) | |
Feb | 500.000 | 2000 | 250 |
Mar | 500.000 | 2100 | 238 |
Apr | 500.000 | 1700 | 294 |
Mei | 500.000 | 1800 | 278 |
Juni | 500.000 | 2200 | 227 |
Juli | 0 | 2300 | 0 |
Total | 2.500.000 | 1287 |
Dari hasil investasi yang Anda lakukan selama 5 bulan, didapatkan harga rata-rata pembelian sebesar Rp. 1942,50 ((2000+2100+1700+1800+2200+2300)/5) dengan jumlah kepemilikan saham X sebanyak 1287, sehingga jika Anda menjual seluruh saham Anda pada bulan Juli, Anda akan mendapatkan keuntungan sebesar (Rp. 2300 x 1287) – Rp. 2.500.000 = Rp. 460.100,-.
Bandingkan jika Anda menginvestasikan langsung uang Anda sebesar Rp. 2.500.000 pada bulan Februari, Anda akan mendapatkan harga pembelian sebesar Rp. 2000 dengan jumlah kepemilikan saham X hanya 1250, sehingga jika Anda menjual seluruh saham Anda pada bulan Juli, Anda hanya akan mendapatkan keuntungan sebesar (Rp. 2300 x 1250) – Rp. 2.500.000 = Rp. 375.000.
Satu hal yang patut diingat, melakukan cost averaging tidak menjamin keuntungan yang Anda dapatkan akan lebih tinggi dibandingkan menggunakan metode yang lain. Dengan melakukan market timing, dimisalkan Anda menginvestasikan seluruh uang Anda sebesar Rp. 2.500.000 di bulan April. Anda akan mendapatkan harga pembelian sebesar Rp. 1700 dengan jumlah kepemilikan saham X sebanyak 1470. Jika Anda menjual seluruh saham Anda pada bulan Juli, Anda akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar, yaitu sebesar (Rp. 2300 x 1470) – Rp. 2.500.000 = Rp. 881.000. Namun
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, melakukan market timing bukanlah hal yang mudah, karena bisa saja Anda merasa bahwa market timing untuk masuk adalah bulan Februari, bukan April.
Oleh karena itu, untuk investasi jangka panjang metode cost averaging sangat disarankan, terutama pada pasar yang berfluktuasi seperti pasar saham, karena dapat mengurangi risiko investasi Anda. © nap 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar