Gempa berkekuatan besar mengguncang Mentawai, Senin 25 Oktober 2010 pukul 21.42 WIB. Ada dua versi soal berapa kekuatan gempa, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) gempa berkekuatan 7,2 skala Richter, sementara Badan Geologi Amerika Serikat (USGS) mencatat 7,7 SR.
Gempa terjadi di wilayah dangkal, di kedalaman 10 kilometer. Peringatan tsunami dikeluarkan melalui pengeras suara di masjid-masjid. Ribuan warga Mentawai panik, dan mengungsi ke lokasi yang lebih tinggi. Beberapa saat kemudian, pukul 22.38 WIB, peringatan itu dicabut, tsunami dinyatakan nihil.
Namun, bekalangan terungkap, gempa Mentawai memicu tsunami. Ombak gergasi itu menghantam Pulau Pagai, baik bagian utara maupun selatan. Sebanyak 150 rumah di Dusun Munte Baru-Baru, Desa Betumonga, Pagai Utara, dilaporkan rusak berat. Demikian juga di Desa Piri, Desa Silabu, Pagai Selatan.
Tsunami juga merenggut korban jiwa. Warga Sikakap, Pulau Pagai Utara, Supri Lindra mengungkapkan, tiga warga diketahui tewas. Selain itu, 160 warga – sebagian besar perempuan dan anak-anak – di Dusun Munte Baru-Baru belum diketahui keberadaannya.
“Tiga orang dikabarkan meninggal. Tapi ini masih data sementara,” kata Supri yang juga wartawan Pualiggoubat, koran lokal Mentawai, kepada VIVAnews, Selasa, 26 Oktober 2010.
Sementara, Koordinator Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops) BPBD Sumbar, Ade Edward mengakui, ada satu korban meninggal ditemukan di Dusun Munte Baru-Baru. “Satu orang baru yang dinyatakan meninggal, sedangkan ratusan orang ini belum ada kabarnya,” ujar Ade.
Meski demikian, ia tidak bisa memastikan, ratusan warga ini benar hilang atau berada di pengungsian. “Karena mereka lari secara berpencar,” katanya.
Pengakuan bahwa tsunami datang juga diungkapkan warga Australia, Rick Hallet. Ia mengaku habis diterjang ombak tsunami.
Kala itu sekitar pukul 22.00 WIB, Hallet mengaku dia dan 14 orang lainnya berada di kapal carteran yang mereka sewa untuk berselancar. Tiba-tiba, dinding air berwarna putih dengan tinggi sekitar 3 meter menuju ke arah mereka.
Seperti dimuat SkyNews Australia, Selasa 26 Oktober 2010, gelombang dahsyat itu menabrakkan sebuah perahu ke kapal mereka. Ledakan terjadi, api membumbung di bagian belakang dek kapal. Beruntung nasib para penumpang selamat, meski harus terseret arus sejauh 200 meter.
Nasib Hallet dan rekan-rekannya jelas lebih beruntung dibandingkan 10 surfer yang dinyatakan hilang. Mereka semua warga asing, 9 Australia, satu lagi dari Jepang.
Hilangnya kapal dibenarkan oleh manajer LSM Surfaid yang berbasis di Australia, Tom Plumer. "Kapal itu ada di dekat episentrum, sungguh mengkhawatirkan," kata dia. Apalagi, ia mendengar ada tsunami yang merusak desa-desa di wilayah itu. "Kami mendapat laporan banyak penduduk lokal luka dan hilang setelah dinding air menghantam desa," kata Plumer.
Dari Selandia Baru, ketua SurfAid, Phil Dreifuss memperkirakan ada sekitar 50 peselancar asal Selandia Baru yang berada di Mentawai.
Tapi dia yakin, mereka semua bakal selamat kalau tsunami ‘hanya’ setinggi dua atau tiga meter. Kata dia, itu tinggi ombak normal.
“Saya berharap tidak ada apa-apa. Ombak dua atau tiga meter – mungkin para peselancar justru bersorak dan bahkan menanti yang lain,” kata Dreifuss, seperti dimuat situs 3news.co.nz, Selasa sore.
Di dunia perselancaran, Mentawai memang sohor. Kepulauan ini diakui memiliki ombak terbaik nomor tiga di dunia, setelah Hawaii dan Tahiti. Ombak garang di Mentawai jadi magnet bagi para surfer, para 'pencari ombak'.
Gempa dahsyat masih mengintai
Beberapa waktu lalu sejumlah ahli mengatakan ada sisa energi tektonik yang bertumpuk di Mentawai. Apabila energi ini dilepaskan, gempa dengan kekuatan 8,8-8,9 skala Richter berpotensi terjadi.
Menurut ahli paleotsunami Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natawidjaya, sumber gempa semalam berada di tengah-tengah, yakni terjadi di pojok utara gempa 8,4 SR yang mengguncang Mentawai pada tahun 2007.
"Sekaligus persis di sebelah selatan sumber gempa 8,8 SR [sesuai prediksi] yang belum keluar," kata Danny kepada VIVAnews, Selasa 26 Oktober 2010. Danny mengatakan pihaknya masih melakukan analisis terhadap gempa yang terjadi tadi malam itu.
"Agak sulit menentukan, apakah gempa ini merupakan rentetan kesetimbangan kembali gempa 2007, atau bisa juga proses membuka gempa selanjutnya," kata dia. Meski analisis itu belum final, kata Danny, tidak tertutup kemungkinan hentakan semalam menjadi pembuka gempa besar.
Dari kalkulasi tim LabEarth LIPI dan Tim Prof. Kerry Sieh dari Earth Obervatory of Singapore, gempa 2007 hanya melepaskan tidak lebih dari 1/3 jumlah energi tekanan tektonik yang terakumulasi di Mentawai. Dengan kata lain masih ada sekitar 2/3 lagi yang tersimpan -- yang bisa memicu gempa 8,8 SR hingga 8,9 SR.
Terkait Mentawai yang berpotensi gempa besar, Danny mengimbau petugas bencana dan pemerintah lebih siaga. "Sementara, untuk masyarakat agak sensitif. Satu pihak harus membuat lebih awas, di lain pihak, mudah-mudahan tidak panik," ujar Danny
Gempa terjadi di wilayah dangkal, di kedalaman 10 kilometer. Peringatan tsunami dikeluarkan melalui pengeras suara di masjid-masjid. Ribuan warga Mentawai panik, dan mengungsi ke lokasi yang lebih tinggi. Beberapa saat kemudian, pukul 22.38 WIB, peringatan itu dicabut, tsunami dinyatakan nihil.
Namun, bekalangan terungkap, gempa Mentawai memicu tsunami. Ombak gergasi itu menghantam Pulau Pagai, baik bagian utara maupun selatan. Sebanyak 150 rumah di Dusun Munte Baru-Baru, Desa Betumonga, Pagai Utara, dilaporkan rusak berat. Demikian juga di Desa Piri, Desa Silabu, Pagai Selatan.
Tsunami juga merenggut korban jiwa. Warga Sikakap, Pulau Pagai Utara, Supri Lindra mengungkapkan, tiga warga diketahui tewas. Selain itu, 160 warga – sebagian besar perempuan dan anak-anak – di Dusun Munte Baru-Baru belum diketahui keberadaannya.
“Tiga orang dikabarkan meninggal. Tapi ini masih data sementara,” kata Supri yang juga wartawan Pualiggoubat, koran lokal Mentawai, kepada VIVAnews, Selasa, 26 Oktober 2010.
Sementara, Koordinator Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops) BPBD Sumbar, Ade Edward mengakui, ada satu korban meninggal ditemukan di Dusun Munte Baru-Baru. “Satu orang baru yang dinyatakan meninggal, sedangkan ratusan orang ini belum ada kabarnya,” ujar Ade.
Meski demikian, ia tidak bisa memastikan, ratusan warga ini benar hilang atau berada di pengungsian. “Karena mereka lari secara berpencar,” katanya.
Pengakuan bahwa tsunami datang juga diungkapkan warga Australia, Rick Hallet. Ia mengaku habis diterjang ombak tsunami.
Kala itu sekitar pukul 22.00 WIB, Hallet mengaku dia dan 14 orang lainnya berada di kapal carteran yang mereka sewa untuk berselancar. Tiba-tiba, dinding air berwarna putih dengan tinggi sekitar 3 meter menuju ke arah mereka.
Seperti dimuat SkyNews Australia, Selasa 26 Oktober 2010, gelombang dahsyat itu menabrakkan sebuah perahu ke kapal mereka. Ledakan terjadi, api membumbung di bagian belakang dek kapal. Beruntung nasib para penumpang selamat, meski harus terseret arus sejauh 200 meter.
Nasib Hallet dan rekan-rekannya jelas lebih beruntung dibandingkan 10 surfer yang dinyatakan hilang. Mereka semua warga asing, 9 Australia, satu lagi dari Jepang.
Hilangnya kapal dibenarkan oleh manajer LSM Surfaid yang berbasis di Australia, Tom Plumer. "Kapal itu ada di dekat episentrum, sungguh mengkhawatirkan," kata dia. Apalagi, ia mendengar ada tsunami yang merusak desa-desa di wilayah itu. "Kami mendapat laporan banyak penduduk lokal luka dan hilang setelah dinding air menghantam desa," kata Plumer.
Dari Selandia Baru, ketua SurfAid, Phil Dreifuss memperkirakan ada sekitar 50 peselancar asal Selandia Baru yang berada di Mentawai.
Tapi dia yakin, mereka semua bakal selamat kalau tsunami ‘hanya’ setinggi dua atau tiga meter. Kata dia, itu tinggi ombak normal.
“Saya berharap tidak ada apa-apa. Ombak dua atau tiga meter – mungkin para peselancar justru bersorak dan bahkan menanti yang lain,” kata Dreifuss, seperti dimuat situs 3news.co.nz, Selasa sore.
Di dunia perselancaran, Mentawai memang sohor. Kepulauan ini diakui memiliki ombak terbaik nomor tiga di dunia, setelah Hawaii dan Tahiti. Ombak garang di Mentawai jadi magnet bagi para surfer, para 'pencari ombak'.
Gempa dahsyat masih mengintai
Beberapa waktu lalu sejumlah ahli mengatakan ada sisa energi tektonik yang bertumpuk di Mentawai. Apabila energi ini dilepaskan, gempa dengan kekuatan 8,8-8,9 skala Richter berpotensi terjadi.
Menurut ahli paleotsunami Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natawidjaya, sumber gempa semalam berada di tengah-tengah, yakni terjadi di pojok utara gempa 8,4 SR yang mengguncang Mentawai pada tahun 2007.
"Sekaligus persis di sebelah selatan sumber gempa 8,8 SR [sesuai prediksi] yang belum keluar," kata Danny kepada VIVAnews, Selasa 26 Oktober 2010. Danny mengatakan pihaknya masih melakukan analisis terhadap gempa yang terjadi tadi malam itu.
"Agak sulit menentukan, apakah gempa ini merupakan rentetan kesetimbangan kembali gempa 2007, atau bisa juga proses membuka gempa selanjutnya," kata dia. Meski analisis itu belum final, kata Danny, tidak tertutup kemungkinan hentakan semalam menjadi pembuka gempa besar.
Dari kalkulasi tim LabEarth LIPI dan Tim Prof. Kerry Sieh dari Earth Obervatory of Singapore, gempa 2007 hanya melepaskan tidak lebih dari 1/3 jumlah energi tekanan tektonik yang terakumulasi di Mentawai. Dengan kata lain masih ada sekitar 2/3 lagi yang tersimpan -- yang bisa memicu gempa 8,8 SR hingga 8,9 SR.
Terkait Mentawai yang berpotensi gempa besar, Danny mengimbau petugas bencana dan pemerintah lebih siaga. "Sementara, untuk masyarakat agak sensitif. Satu pihak harus membuat lebih awas, di lain pihak, mudah-mudahan tidak panik," ujar Danny
vivanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar